A. Model Pembelajaran Gagne dan Briggs
Teori
yang dikembangkan oleh Gagne yang kemudian disebut Model Gagne & Briggs orientasinya
adalah rencana pembelajaran atau lebih merujuk pada rancangan sistem. Guru
maupun dosen merupakan sasaran sebagai
perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional
disamping administrator, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang instruksional.
Pentahapan pada tim perancang lebih lengkap daripada yang untuk guru/dosen. Hal
itu sesuai kenyataan bahwa guru/dosen hanya merencanakan interaksi kegiatan
belajar mengajar dengan sumber atau bahan yang telah tersedia dari jajaran di
atasnya yakni Kementrian Pendidikan Nasional dalam bentuk kurikulum, bukan
malah mengembangkannya sendiri.
Ada lima asumsi yang mendukung
rekomendasi Gagne untuk merancang pembelajaran. Pertama,
pembelajaran harus direncanakan agar memperlancar belajar siswa perorangan. Kita mengetahui bahwa meskipun pembelajaran di kelas dijadikan satu kelompok kelas, tetapi proses belajar itu terjadi dalam diri individu siswa. Kedua, baik fase yang pendek maupun panjang, guru harus merancang rencana pelajaran harian, mingguan, bahkan bulanan. Ketiga, perencanaan pembelajaran hendaknya tidak asal-asalan. Jadi untuk memengaruhi banyak orang, pengajaran harus disusun secara sistematis. Keempat, usaha pembelajaran harus dirancang dengan menggunakan rancangan system. Proses perancangan harus dimulai dari analisa kebutuhan , menentukan rumusan tujuan, dilanjutkan langkah selanjutnya. Asumsi kelima, bahwa pembelajaran harus dikembangkan berdasarkan pengetahuan bagaimana orang itu belajar.
pembelajaran harus direncanakan agar memperlancar belajar siswa perorangan. Kita mengetahui bahwa meskipun pembelajaran di kelas dijadikan satu kelompok kelas, tetapi proses belajar itu terjadi dalam diri individu siswa. Kedua, baik fase yang pendek maupun panjang, guru harus merancang rencana pelajaran harian, mingguan, bahkan bulanan. Ketiga, perencanaan pembelajaran hendaknya tidak asal-asalan. Jadi untuk memengaruhi banyak orang, pengajaran harus disusun secara sistematis. Keempat, usaha pembelajaran harus dirancang dengan menggunakan rancangan system. Proses perancangan harus dimulai dari analisa kebutuhan , menentukan rumusan tujuan, dilanjutkan langkah selanjutnya. Asumsi kelima, bahwa pembelajaran harus dikembangkan berdasarkan pengetahuan bagaimana orang itu belajar.
Langkah
pertama dalam merancang pembelajaran adalah merumuskan apa hasil
pembelajarannya. Maka dari itu komponen esensial pembelajaran adalah: 1)
merumuskan tujuan performansi. Informasi verbal, kemampuan intelektual, sikap,
strategi kognitif, dan keterampilan motorik merupakan cerminan hasil penting
bagi belajar di sekolah.
2) Memilih acara pembelajaran :
Fase
|
Acara Pembelajaran
|
|
1.
|
Mengarahkan perhatian
|
Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak
seperti biasanya, pertanyaan, atau perubahan stimulus. Hal ini dilakukan untuk
membangkitkan perhatian terhadap pelajaran.
|
2.
|
Ekspektansi
|
Memberi tahu siswa mengenai tujuan belajar.
Memberitahu mengapa mereka belajar dan apa yang akan mereka pelajari. Jadi siswa
diberitahu aspek-aspek tentang pelajaran.
|
3.
|
Retrival
|
Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil
belajar (apa yang telah dipelajari ) sebelumnya. Gru dapat melakukannya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaa kepada siswa untuk mengeluarkan
pengetahuan yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Cara ini merupakan
pengulangan.
|
4.
|
Persepsi selektif
atas sifat stimulus
|
Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya . Stimulus
tersebut yakni dengan mengeraskan ucapan dan menggarisbwahi suatu kata. Dengan cara ini informasi dapat diteruskan
ke memori jangka pendek siswa.
|
5.
|
Sandi semantic
|
Memberikan bimbingan belajar. Bimbingan itu dapat
diberikan dengan mengaitkan informasi baru pada pengalaman siswa.
|
6.
|
Retrival dan respons
|
Memunculkan perbuatan siswa. Siswa diminta
memecahkan masalah. Bisa dilakukan dengan diskusi kelompok.
|
7.
|
Penguatan
|
Memberikan balikan informative. Guru menyetujui atau membetulkan kata-kata
yang diucapkan siswa dalam belajar.
|
8.
|
Mengisyaratkan terjadinya retrival
|
Menilai perbuatan siswa. Guru dan siswa perlu
mengetahui hasil belajar sehingga dapat diketahui apakah tujuan belajar sudah
tercapai.
|
9.
|
Pemberlakuan secara
umum
|
Meningkatkan retensi dan alih belajar. Guru
mengusahakan sesering mungkin mengulangi pelajaran tersebut.
|
Aplikasi di Kelas
Yang akan dipelajari: Siswa dapat membedakan tipe-tipe gunung berapi
Sasaran :
Kelas X
jenjang SLTA
1. Guru
meminta siswa untuk menyebutkan salah satu gunung berapi yang ada di daerah
masing-masing dan yang sering muncul di televisi.
2. Guru
menjelaskan bahwa mereka akan belajar tentang jenis-jenis gunung berapi
3. Siswa
diminta untuk mengingat istilah strato, perisai, dan maar.
4. Guru
menerangkan bahwa :
Gunung berapi jenis Strato : berbentuk kerucut
Gunung berapi jenis perisai : berbentuk seperti perisai
Gunung
berapi jenis Maar : berbentuk
corong besar
5. Guru
menjelaskan secara lebih rinci tentang materi tersebut beserta
contoh-contohnya.
6. Guru
menampilkan sebuah gambar gunung berapi menggunakan sebuah media pembelajaran
(gambar, proyektor). Siswa diminta mengamati termasuk jenis apakah gunung
tersebut. Setelah itu guru menunjuk salah satu siswa untuk menyebutkannya.
7. Siswa
diberi tahu mengenai betul tidaknya jawaban siswa tersebut.
Kemudian acara pembelajaran 5, 6, 7
diulang
8. Siswa
mengemukakan alasan mengapa bisa terbentuk jenis gunung berapi seperti itu.
Siswa mampu memahami perbedaan-perbedaan tersebut.
9. Siswa
membicarakan gunung apa yang pernah dilihatnya langsung baik di daerahnya
maupun di televisi. Mereka akhirnya
mampu mengkategorikan bahwa misalnya, gunung Merapi termasuk jenis Strato dan
lain sebagainya.
Akhirnya,
pembelajaran tersebut disimpulkan dengan adanya rangsangan khusus yang
direncanakan untuk memperkuat ingatan dan alih belajar. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengadakan ulangan harian.
Menurut
Briggs banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan di bidang
pendidikan lain seperti latihan dan tentara. Itu berarti tidak hanya terbatas
pada program-program akademis saja.
Model
ini dengan tujuan yang dicapai, strategi untuk mencapainya, dan evaluasi
keberhasilan adalah sebagai tiangnya desain instruksional Gagne dan Briggs.
Model Gagne & Briggs (1991: 224-213) tersebut terdiri dari 14 langkah dalam pengembangan rencana pembelajaran :
1.
Mengenali kebutuhan jangka panjang
|
2.
Mengenali mungkin tidaknya mancapai
tujuan
3.
Menetapkan tujuan kurikulum
4.
Mendapatkan tujuan sasaran (akhir
pelajaran)
5.
Mengupas tujuan
sasaran menjadi prosedur dan
|
6.
Merumuskan tujuan performansi untuk
subketrampilan
7.
Mengenali acara pembelajaran untuk
setiap tujuan
8.
Memilih media untuk pembelajaran
9.
Menyusun tes untuk menilai pencapaian
tujuan
10.
Melatih guru
untuk menggunakan system
|
11. Penilaian
performatif
12. Uji
coba lapangan dan revisi
13. Penilaian
sumatif
14.
Melaksanakan dan menyebarluaskan sistem
Jika dirinci, terdapat 3 ciri dalam model
system ini. Pertama, pembelajaran dirancang untuk tujuan umum dan tujuan
khusus. Kedua, pengembangan tersebut menggunakan media dan teknologi
pembelajaran yang lain. Ketiga, ujicoba rintisan, revisi material merupakan
bagian dari proses rancangan. Dengan kata lain, model ini menyebutkan secara
khusus tujuan, merancang pembelajaran dan mengujicobakan bahan pembelajaran pada
siswa, merevisi pembelajaran sampai hasil yang dikehendaki tercapai. Rancangan,
ujicoba, dan proses revisi merupakan ciri utama dari model system.
Istilah
evaluasi formatif pada model ini mengacu pada
evaluasi yang dimaksudkan untuk memperoleh data guna revisi dan
perbaikan materi belajar yang dilakukan dalam 3 fase : 1) ujicoba satu-satu, 2)
ujicoba kelompok kecil, 3) ujicoba lapangan dalam skala besar. (Mudhoffi, 2008,
hlm. 36) Akhirnya dilakukan evaluasi
sumatif yaitu penilaian system penyampaian secara keseluruhan pada akhir
kegiatan untuk menyatakan tujuan-tujuan yang tercapai oleh pembelajaran. Yang
menilai adalah dari pihak luar untuk menjaga objektivitas (Mudhoffi, 2008, hlm.
36) Model ini cocok untuk
proyek-proyek perancangan kurikulum dalam skala besar. Namun langkah yang
keempat sampai kesembilan masih mungkin diterapkan oelh guru-guru kelas pada
jenjang pendidikan apapun.
Kelebihan :
Teori ini mengoperasionalisasikan
konsep belajar kumulatif dan memberikan mekasnisme untuk merancang pembelajaran
dari sederhana ke kompleks mengenali proses psikologis belajar orang.
Teori
ini memberikan kerangka kerja yang kohesif bagi temuan tentang hakikat belajar
pada manusia. Teori ini memberikan mekanisme untuk melaksanakan konsep-konsep
yang ditemukan oleh teori pemrosesan informasi. Memberikan penjelasan mengenai
beragamnya cara belajar yang dilakukan orang. Mengaitkan acara pembelajaran
dengan fase-fase khusus dalam pengolahan informasi.
Gagne
berhasil menghasilkan lima kategori atau ragam belajar yang masing-masing
dibedakan oleh adanya perbedaan dalam unjuk perbuatan dan perbedaan
persyaratan untuk belajar.
Satu
ciri penting dari model ini ialah bahwa ia menempatkan pengembangan pelajaran
dalam keseluruhan konteks rancangan kurikulum. Dengan demikian, konsep belajar
kumulatif diperluas dari pengajaran sampai taraf kurikulum.
Tujuan
utama teori ini adalah perencanaan pembelajaran di kelas yang efektif.
Ketrampilan-ketrampilan yang akan dipelajari siswa ditulis dalam bentuk tujuan
performansi dan ragam belajar yang ditemukan. Kemudian digunakan analisa
tugas untuk mengetahui
ketrampilan-ketrampilan prasyarat dan acara-acara pembelajaran dipilih untuk
setiap tujuan yang akan diajarkan.
Guru kelas sulit melaksanakan tanpa
pelatihan khusus. Namun teori ini lebih mudah bagi tim perancang kurikulum
untuk melaksankannya.
Kekurangan :
Teori ini dikembangkan untuk
menjelaskan luasnya proses psikologi yang diketahui dalam penelitian terdahulu
mengenai belajar dan untuk menentukan secara tepat urutan acara–acara
pembelajaran untuk proses-proses yang telah diketahui.
B. Model
Gerlach dan Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely
dimaksudkan sebagai perencanaan mengajar seperti model Gagne.
1. Merumuskan
tujuan
Suatu
pembelajaran dilakukan tidak mungkin tanpa adanya tujuan. Tujuan di situ
menjadi satu titik fokus dan kemudian dijabarkan dalam proses pembelajaran
meliputi teknik, metode, alat pembelajaran. Pembelajaran memerlukan tujuan agar
dapat diketahui perilaku yang diharapkan dari siswa nantinya setelah proses
pengajaran. Artinya siswa pada jenjang pendidikan tertentu memiliki
kemampuan yang sesuai dengan tujuan pada
jenjang tersebut juga. Tujuan yang ditentukan juga akan mempengaruhi bagaimana proses pengajaran yang terjadi, kita tahu
bahwa dalam pendidikan militer tujuan seorang taruna setelah keluar dari
akademi akan menjadi prajurit. Disitu membutuhkan kedisiplinan dengan didukung kemampuan fisik. Maka guru disitu
juga mengajarkan nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan itu.
2. Menentukan
isi materi
Materi pembelajaran harus sesuai
dengan tujuan instruksional. Materi pembelajaran adalah seperangkat bahan yang
digunakan dalam proses transfer pengetahuan. Isi dari materi pembelajaran harus
dapat kita sesuaikan dengan bidang studi, sekolah, tingkatan, dan kelasnya.
Menurut Dick dan Carey ada tiga
pola yang dapat diikuti oleh guru dalam merncang atau menyampaikan pembelajaran
: 1) Pengajar merancang bahan ajar secara individual, semua tahap pembelajaran
dimasukkan ke dalam bahan, kecuali pre-test dan pasca tes 2) pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada
agar sesuai dengan strategi pembelajaran, 3) pengajar tidak memakai bahan,
tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajaran yang telah
disusunnya. Kebaikan nya yaitu dapat dengan segera memperbaiki pembelajaran
apabila terjadi perubahan. Namin, terdapat kelemahan yaitu menyita banyak waktu
untuk menyampaikan informasi sehingga sedikit waktu untuk membantu siswa.
Namun
kadangkala, guru memberikan materi kepada siswanya materi yang sebenarnya
merupakan materi ajar yang tingkatannya di atas mereka. Hal itu dapat membawa
dampak positif maupun dampak negative. Hal positifnya yaitu siswa pada waktu
berada di kelas yang lebih tinggi akan
menjadi lebih mudah dalam menerima materi yang sudah pernah mereka serap saat
di tigkatan kelas sebelumnya. Itu merupakan sebuah pengulangan materi. Namun,
akan membawa dampak negative pada siswa
karena mungkin pada awalnya mereka akan menghadapi kesulitan.
3. Menentukan kemampuan awal
Kemampuan awal
siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan tentang tentang
kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat
memberikan dosis pelajaran yang tepat, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu
sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna
untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu untuk
diadakan remedial.
4. Menentukan
metode, teknik , dan strategi
Metode pembelajaran merupakan cara
yang digunakan guru dalam menjalankan
fungsinya dan cara tersebut merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran lebih bersifat
procedural. Sudah kita kenal banyak tentang metode-metode pembelajran seperti
metode ceramah, demonstrative, eksperimen, pemberian tugas, dan lan-lain.
Sedangkan teknik pembelajaran
seringkali disamakan dengan metode tapi pada dasarnya berbeda. Teknik adalah
jalan , alat, media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan peserta didik ke
arah tujuan yang ingin dicapai (Gerlach dan Ely, 1980). Namun teknik bersifat
implementatif, sedangkan metode hanya prosedurnya. Teknik mengajar merupakan
cara khas yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi. Banyak guru menggunakan metode yang sama
namun, teknik yang mereka gunakan kemungkinan berbeda antara guru yang satu
dengan yang lainnya. Guru tersebut benar-benar melakukannya dengan cara yang
berbeda dengan guru yang lainnya. Biasanya guru sudah mengenal kemampuan awal
siswa sehingga pada tahap pembelajaran selanjutnya akan mudah dalam menghadapi
siswa.
Gerlach dan Ely
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Selanjutnya dijabarkan bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi sifat
lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman peserta
didik. (Uno, 2008: 1). Strategi pembelajaran mengandung penjelasan tentang
metode dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung.
Artinya, strategi mempunyai arti yang lebih luas dimana di dalamnya terdapat
bagian metode dan teknik pembelajaran.
5. Pengelompokan
Siswa
Pengajar harus
mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur . Pendekatan yang
menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas yang. Biasanya siswa
mencari kenyaman dalam memilih teman belajar kelompok . Namun memerlukan
pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi
dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan
ceramah dalam ruang yang luas. Jika siswa disuruh untuk mencari teman kelompok
secara bebas tidak menemukan teman yang cocok, maka guru dapat mencarikan
kelompok yang kosong untuk diisi oleh siswa tersebut. Antisipasi untuk
pembuatan kelompok selanjutnya yaitu guru yang membuatkan kelompok. Cara ini
digunakan untuk menghindari kelompok yang monoton dan terkesan membentuk Geng.
6. Menentukan
pembagian waktu
Untuk memilih
strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tentu akan memaksa
pengajar memikirkan penggunaan waktu yang disediakan. Apakah sebagian besar
waktu harus dialokasikan untuk presentasi, atau menjelaskan materi, untuk
pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi. Mungkin
keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan waktu yang beda pula karena harus
dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Banyak sekolah sekarang
memiliki wakil kepala sekolah bagian kurikulum yang bertugas mengatur hal-hal
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar. Namun biasanya mereka tidak
obyektif dalam membagi dan menempatkan
waktu pelajaran di sore hari. Mereka memberi alokasi yang lebih banyak
dan waktu pelajaran di pagi hari terhadap mata pelajaran yang ia ampu.
Diharapkan mereka dapat lebih obyektif dengan melihat tujuan instruksional,
7. Menentukan
ruang
Alokasi ruang ditentukan dengan
menjawab apakah tujuan belajar dapat lebih efektif dengan belajar secara mandiri dan bebas,
berinteraksi antarsiswa, atau mendengarkan ceramah. Jumlah siswa dalam satu
kelas idealnya 32 siswa per kelas dan
tidak melebihi 40. Jika pada
zaman dahulu dalam satu kelas bisa lebih dari 40 dan itu melebihi kuota kelas.
Hal tersebut juga masih terjadi sekarang
di daerah pedalaman yang masih kurang fasilitas pendidikan. Dengan
jumlah siswa sebanyak itu maka tidak akan efektif dalam pembelajaran dan malah
akan menimbulkan keramaian dan kegaduhan.
Lokasi
ruang juga menetukan efektivitas pembelajaran. Apabila lokasi sekolah berada di
dekata dengan puasat keramaian seperti di dekat pasar dan di pinggir jalan
raya, kebanyakan siswa akan merasa terganggu dengan hal tersebut. Akan tercapai
efektivitas yang tinggi apabila lokasi ruang berada di daerah yang jauh dari
pusat keramaian. Namun, itu semua kembali kepada metode, teknik, dan strategi
pembelajaran.
8. Memilih
media instruksional yang sesuai
Makna media
pembelajaran yatu saluran yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi
dari guru ke siswa. Memilih media dapat ditentukan dengan kesepakatan para
siswa. Media hendaklah ditawarkan terlebih dahulu dengan para siswa apakah
mereka menyukainya. Media juga disesuaikan dengan jenjang belajar. Media
pembelajaran anak SMA tentu berbeda dengan media pembelajaran untuk SD karena
berkaitan dengan perkembangan fisik dan mental mereka. Media tidak hanya sekedar memberikan stimulus
rangsangan belajar. Media juga harus diperhatikan dari segi kenyamanan siswa.
Apabila media pembelajaran yang digunakan cara pemaparan melalui media
proyektor, maka harus diperhatkan kontras warnanya dan jumlah kata per slide.
Jadi siswa tidak cepat merasa bosan dengan materi yang disajikan. Gerlach Ely
membagi media sebagai sumber belajar ini dalam lima ketegori, yaitu : a)
manusia dan benda nyata, b) media visual proyeksi, c) media audio, d) media
cetak, e) media display.
9. Mengevaluasi
hasil belajar
Kegiatan belajar
adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dan media
instruksional. Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir
kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan perkembangan instruksional di atas
dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar disebut evaluasi. Instrumen evaluasi
dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan
secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujan instruksional harus dirumuskan
dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati.
10. Menganalisis
umpan balik
Analisis umpan
balik merupakan tahap akhir dari perkembangan system instruksional. Data umpan
balik yang dioperoleh dari evaluasi, tes, obeservasi, maupun
tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah
system, metode, maupun media yang dipakai dalam kegaiatan intruksional tersebut
sudah sesuai tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan.
Kelebihan :
· Kelebihan
dari model ini adalah begitu memperhatikan teknis pengajaran
· Model
ini dimaksudkan sebagai pengembangan pelajaran dalam keseluruhan konteks
rancangan kurikulum.
Kelemahan :
· Akan
mengalami kesulitan jika terjadi kurang memadainya teknis
· Guru
kelas sulit melaksanakan tanpa pelatihan khusus.
Metode
ini telah dipakai oleh pemerintah pada kurikulum 1975 untuk SD, SMP, dan SMA,
serta pada kurikulum 1976 untuk sekolah-sekolah kejuruan. Pendekatan yang
digunakan dalam model PPSI berorientasi pada tujuan. System Instruksional pada
model ini merujuk pada sebuah kesatuan
system terorganisasi, yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya dalam rangka untuk mencapai tujuan.
Pembelajaran
mengandung sejumlah komponen , seperti materi, metode, alat, evaluasi yang
semuanya itu berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang efektif dan
efisien.
Langkah-langkah :
1. Merumuskan
Tujuan Instruksional
Suatu rumusan
tujuan hendaknya berisi jenis-jenis kemampuan / tingkah laku yang kita harapkan
dimiliki oleh murid-murid setelah mereka mempelajari suatu pelajaran. Tujuan
tersebut hendaksnya dirumuskan dalam bentuk tingkah laku / kemampuan khusus dan
operasional. Dengan demikian dapat diukur yakni dengan ukuran nilai. Sehingga
tujuan yang kita rumuskan tidak menimbulkan salah tafsir pada orang lain yang
akan membaca rumusan tersebut.
Pada tujuan
instruksional dapat tergambarkan kemampuan yang dimiliki siswa setelah
mengikuti suatu kegiatan belajar tertentu, bukan proses yang akan ditempuh
untuk mencapai tujuan. Contoh Tujuan Instruksional:
- Siswa dapat
menyebutkan dengan tepat lokasi geografis Indonesia.
Bukan
b.. Mengajarkan kepada siswa lokasi
geografis Indonesia.
Pada poin kedua
tersebut merupakan proses mengajar, bukan tujuan instruksional.
Dalam merumuskan
tujuan tersebut hendaknya cukup jelas sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang
berbeda. Untuk itu sebaiknya digunakan istilah-istilah operasional tertentu
yang dapat diukur. ( Mudhoffis, 1990 : 104). Seperti : menuliskan, menyebutkan,
membedakan, membandingkan, menghitung, memecahkan,dan sebagainya. Sebaliknya
hendaklah tidak menggunakan kata yang kurang operasional yang dapat menimbulkan
tafsiran bermacam-macam, seperti: memahami, mengetahui, menikmati, menghargai,
memercayai, meyakinkan, dan lain sebaginya. (Mudhoffis. 1990:105).
- harus menggunakan
istilah operasional
- harus dalam bentuk
hasil belajar
- harus berbentuk
tingkah laku
- hanya meliputi
satu jenis tingkah laku
2. Mengembangkan
alat evaluasi
Yang pertama
dilakukan adalah membuat test yang fungsinya untuk menilai sampai di mana para
pelajar telah menguasai kemampuan yang telah dirumuskan pada tujuan. Tes
tersebut dapat berupa tes tertulis, tes lisan , maupun tes perbuatan. Tes ini
harus disesuaikan dengan tujuan instruksional pembelajaran. Apabila di dalam
rumusan tujuan tertera kata operasional menuliskan
, maka tes yang digunakan adalah tes tertulis. Apabila tujuan menyebutkan agar
siswa mengucapkan kalimat Tanya, kalimat berita, dan kalimat seru dengan
intonasi yang tepat, maka tes yang dilakukan adalah tes lisan. Bila dalam
rumusan tujuan agar siswa melakukan percobaan, maka tes yang dilakukan adalah
tes perbuatan. Dengan demikian untuk menilai sampai dimana sejumlah tujuan yang
telah kita rumuskan dappat dicapai, mungkin hanya menggunakan satu atau dua
jenis tes, atau bahkan ketiga-tiganya.
Setelah
melakukan pre-test, yang selanjutnya dilakukan adalah merumuskan pertanyaan
untuk menilai masing-masing tujuan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga harus
disesuaikan dengan kemampuanyang terkandung dalam tujuan instruksional yang
bersangkutan. Selain itu, jenis kata
operasional yang ada pada tujuan juga harus tetap diperhatikan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berbentuk uraian, pertanyaan dengan
pilihan terbatas, ataupun bentuk-bentuk lainnya seperti melengkapi dan
pertanyaan yang menuntut jawaban singkat. (Mudhoffi, 1990:108).
3. Menetapkan
kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh murid-murid
Pada langkah
ini, tugas guru adalah merumuskan kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh
agar nantinya siswa dapat berbuat dan berperilaku sesuai dengan apa yang
tercantum dalam tujuan yang telah dirumuskan. Sebagai contoh tujuan berbunyi
sebagai berikut : “Siswa dapat dapat mengubah jarak di peta menjadi jarak
sebenarnya di lapangan.”
Untuk
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, ditempuh langkah-langkah berikut :
a. Merumuskan
semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
· Mengenal
jenis-jenis skala pada peta
· Mengenali
jenis skala yang ada pada sebuah peta
· Mengenali
cara mengubah jarak di peta menjadi jarak sebenarnya
· Menggunakan
rumus mengubah jarak di peta menjadi jarak sebenarnya
b. Melakukan
tes untuk mengetahui kegiatan-kegiatan
belajar yang mana yang tidak perlu ditempuh oleh siswa karena pengetahuan
tersebut telah diperoleh oleh para siswa. Tes. ini disebut dengan Tes Input.
Jadi fungsi dari tes input ini yaitu untuk
menilai pengetahuan / ketrampilan siswa dalam hubungan dengan kegiatan
belajar mengajar mana yang perlu dan
mana yang tidak perlu lagi ditempuh siswa untuk mencapai suatu tujuan
instruksional tertentu.
c. Menetapkan
kegiatan belajar mana yang nantinya akan ditempuh siswa
Apabila sudah
melihat hasil tes input sekarng baru dapat ditetapkan kegiatan belajar mengajar
yang akan ditempuh. Setelah kegiatan belajar mengajar tersebut dirumuskan,
kemudian menetapkan kemampuan-kemampuan dasar tertentu yang harus dinilai dari
siswa untuk dapat melakukan kegiatan belajar tersebut. Ada tiga kemampuan dasar
yang diperlukan yaitu kemampuan bidang bahasa, bilangan, dan ruang.
Namun apabila
siswa belum memiliki ketrampilan yang memadai pada salah satu kemampuan, maka
bisa dilakukan program khusus bagi siswa. Tes ini adalah Tes Entering
behavior untuk menetapkan perlu tidaknya
program khusus mngenai kemampuan dasar tertentu. (Mudhoffi, 1990:114)
4. Merencanakan
Program Kegiatan
Apabila semua langkah diatas telah
diselesaikan, selanjutnya perlu dimantapkan dalam suatu program pengajaran.
Program pengajaran diambil dari kurikulum dengan jumlah jam tertentu, dan perlu
diberikan kepada siswa pada semester tertentu.
Perlu strategi proses pengajaran pada langkah yang keempat ini :
a. Merumuskan
materi pembelajaran
Setelah menetapkan kegiatan belajar
yang akan ditempuh siswa, dilanjutkan denga merumusan pokok-pokok materi
pembelajaran yang sesuai jenis kegiatan belajar mengajar yang ditetapkan. Jika
sudah disusun, bila perlu setiap pokok-pokok materi dilengkapi dengan uraian
singkat berikut contohnya agar guru menjadi lebih mudah dalam menyampaikan
materi kepada siswa nanti di kelas.
b. Metode
yang Digunakan
Dalam pembelajaran, dikenal metode
dalam menyampaikan materi. Guru dapat memilih metode mana yang tepat digunakan
dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Biasanya diperlukan lebih dari satu metode
dalam menyampaikan materi, sehingga merupakan habungan beberapa metode. Beberapa
metode-metode tersebut adalah sebagai berikut (Mudhoffi, 1990, 116) :
1) Metode
ceramah, seorang guru jika menggunakan metode ini harus aktif dalam menjelaskan
materi kepada siswa, sedangkan siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang
disampaikan guru.
2) Metode
demonstrasi, guru tidak hanya menerangkan dengan kata-kata, namun guru juga memperlihatkan
suatu gejala / proses sebagai bagian dari materi, sedangkan siswa hanya melihat
apa yang diperlihatkan guru tanpa aktif.
3) Metode
ekperimen, di sini siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Mereka
melakukan sendiri percobaab-percobaan tapi dengan arahan / petunjuk yang
seperlunya dari guru. Dengan eksperimen menggunakan alat yang lebih banyak,
siswa akan lebih bebas dalam mngembangkan kreativitas
4) Metode
pemberian tugas, guru memberikan tugas kepada siswa secara individu maupun
kelompok.
5) Metode
karyawisata, siswa di bawa ke luar kelas untuk mengamati obeyek tertentu,
sehingga anak-anak dapat mengamati dan menghayati obyek tersebut.
Guru selanjutnya dapat
mengaplikasikan metode pada materi pelajaran yang sudah dirumuskan. Sebagai
contoh pada materi yang telah kita rumuskan :
-
Memperlihatkan kepada siswa pada papan
tulis, bagaimana cara mengubah jarak pada peta menjadi jarak sebenarnya di lapangan dengan
menggunakan contoh-contoh soal. (metode demonstrasi)
-
Menyuruh siswa mengerjakan soal-soal,
kemudian dibahas di depan kelas. (metode pemberian tugas)
Disamping bahan tertulis, diperlukan
alat-alat yang membantu dalam proses pembelajaran, misalny peta, globe, kompas,
dan lain-lain.
c. Menyusun
jadwal
Guru harus dapat memperhitungkan penyampaian materi dengan
alokasi waktu yang ada. Kira-kira dalam berapa jam keseluruhan materi dapat disampaikan.
Untuk itu disusunlah jadwal pengajaran.
5. Melaksanakan
Program
Apabila semua
persiapan telah selesai dilakukan, maka mulailah program yang kita susun kita
laksanakan. Langkah-langkah dalam fase ini adalah sebagia berikut
(Mudhoffis,1990: 117) :
a. Mengadakan
Pre-Test (tes awal)
Tes awal ini
merupakan tes yang telah disusun pada langkah kedua di atas. Tes ini dilakukan
sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang telah ditentukan. Tes awal ini
berfungsi untuk memperoleh informasi sampai di mana siswa telah menguasai
kemampuan-kemampuan yang tertera pada tujuan instruksional. Selain itu, tes ini
nantinya dapat kita bandingkan dengan hasil tes (post-test) setelah mengikuti
program pengajaran. Pada lembar jawaban diberi tanda mana yang salah mana yang
betul.
b. Menyampaikan
materi pelajaran kepada siswa
Dalam penyampaian
materi , pegangan guru tetap pada langkah keempat yang telah dibahas
sebelumnya, baik materi metode maupun alat yang digunakan. Selain itu yang juga
penting adalah guru-guru dalam menyampaikan materi pelajaran hendaknya dijelaskan dahulu tujuan
instruksional yang ingin dicapai kepada
siswa sehingga sebelum kegiatan pembelajaran dimulai mereka telah mengetahui
kemampuan-kemampuan apakah yang diharapkan setelah mengikuti pengajaran.
c. Mengadakan
post-test (evaluasi)
Tes ini
berfungsi untuk menilai kemampuan siswa mengenai materi pelajaran sesudah
pengajaran diberikan. Antara tes awal dengan tes akhir sebeanarnya masih
identic. Yang memebedakan hanyalah waktu dan fungsinya. Tes akhir ini penting
untuk melihat seberapa jauh keberhasilan program pengajran yang diberikan dapat
dicapai.
Apabila pos tes
telah dilakukan dan telah diperiksa, maka kita bandingkan tes akhir dengan tes
awal. Ada dua aspek yang menjadi perbandingan diantara kedua tes (Mudhoffis,
1990: 118):
1) Hasil
keseluruhan tes
Untuk melakukan perbandingan
ditempuh langkah-langkah sebagi berikut :
a) Menghitung
angka rata-rata yang dicapai murid pada pre-test
b) Mengitung
angka rata-rata yang dicapai pada saat post-test
Dengan melihat
perbedaan yang terlihat antara angka rata-rata
pre-test dan post test dapat kita simpulkan sampai di mana manfaat
program pengajaran yang telah kita berikan dalam mencapai tujuan yang telah
kita rumuskan.
2) Pertanyaan
demi pertanyaan
Yang akan
dibandingkan disini antara pre-test dengan post test adalah dengan melihat
pertanyaan demi pertanyaan. Misalnya untuk pertanyaan nomor 1 :
Pre-test
|
Post
Test
|
Jumlah
Murid
|
salah
|
Betul
|
15
|
Betul
|
Betul
|
8
|
Salah
|
Salah
|
5
|
Betul
|
Salah
|
2
|
Kesimpulan dari table di atas bahwa
tujuan instruksional pada pertanyaan
nomor 1 telah dicapai ooeh kebanyakan siswa. Dengan demikian materi,
alat, dan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan sudah cukup tepat.
Sedangkan apabila pada soal nomor
2, jumlah siswa menjawab salah pada pre-test dan post test angkanya paling
besar, maka dapat dikatakan tujuan instruksional pada soal nomer 2 belum
tercapai oleh kebanyakan siswa. Demikianlah yang harus dilakukan dengan cara
yang sama pada tiap pertanyaan.
Oleh karena itu,
materi, alat, maupun metode yang dipakai perlu ditinjau ulang. Atau mungkin
karena tujuan yang dirumuskan terlalu tinggi, tidak sesuai dengan jenjang /
tingkatan siswa, sehingga perlu disederhanakan atau bahkan diubah. Semua
pertanyaan dianalisa dengan cara yang sama sehingga kelemahan yang terdapat
dalam bagian-bagian tertentu pada
program yang kita susun dapat diketahui
untuk kemudian diperbaiki.
Kelebihan
Dengan Model ini kita dapat
mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh masing-masing siswa dengan program
pengajaran yang kita lakukan. Selain itu kita dapat mengetahui sampai di mana
program yang kita adakan telah berhasil menvapai tujuan yang telah dirumuskan
dahulu. Kemudian kelemahan yang ada pada bagian –bagian tertentu pada suatu
pertanyaan dapat kita lakukan revisin ataupun perbaikan agar ke depannya
diharapkan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan.
Kelemahan
·
Tidak perlu adanya tes entering behavior
(TEB) asalkan guru telah mengenal betul kemampuan siswa tersebut.
·
Penyampaian Materi tidak dijelaskan
secara rinci
·
Guru harus bekerja lebih keras apabila
baru pertama kali menyusun program karena harus mengeluarkan tenaga dan pikiran
yang lebih banyak. Namun apabila program telah diujicobakan dan telah mengalami
berbagi revisi tentunya akan lebih mudah digunakan pada tahun depan dan tahun
selanjutnya.
Perbandingan
:
Antara
model instruksional Gagne & Briggs, Gerlach & Ely, serta PPSI mempunyai
persamaan yaitu berorientasi pada tujuan. Hal ini bisa kita lihat pada langkah
awal yakni merumuskan tujuan instruksional. Kembali kita singgung tentang
tujuan yang mana merupakan perilaku yang diharapkan dari hasil pengajaran yang
diberikan oleh guru.
Pada
model Gagne & Briggs dan Gerlach & Ely sama-sama merupakan sebuah model
perencanaan pembelajaran, Model ini
menempatkan pengembangan pelajaran dalam keseluruhan konteks rancangan
kurikulum. Tujuan utama teori ini adalah perencanaan pembelajaran di kelas yang
efektif. Namun guru kelas sulit melaksanakan tanpa pelatihan khusus. Namun
teori ini lebih mudah bagi tim perancang kurikulum untuk melaksankannya.
Pada
teori Gagne & Briggs proses belajar difokuskan pada pemunculan kapabilitas peserta didik
yang disebabkan oleh adanya stimulus dari lingkungan, Sedangkan fokus pada Gerlach
dan Ely fokus pada perbandingan tingkat perilaku yang diharapkan sebelum dan
sesudah pengajaran.
Gagne
& Briggs lebih menekankan pada interaksi antara guru dengan peserta didik,
sedangkan PPSI pada rumusan kegiatan instruksional yang akan dilakukan, Gerlach
& Ely pada teknis pembelajaran seperti, teknik dan startegi, alokasi waktu,
menentukan ruang, dan media yang dipakai
Diantara
ketiga model tersebut , model Gagne & Briggs lah yang paling kompleks.
Jika para ahli teori yang lain
belajar mula-mula menyusun penjelasan mengenai proses belajar di laboratorium
kemudian baru memperluas temuannya ke dalam
situasi manusia, maka kebalikannya, Gagne & Briggs memulai dengan
mempelajari kekompleksan dan keragaman ciri belajar pada orang dan kemudian
mencoba menjelaskan adanya keragaman itu.
Kesimpulan
Dari 3 model
yang telah kita pelajari masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Tinggal nanti seorang guru yang akan memilih model yang akan
digunakan sesuai dengan kondisi dan realitanya sebagai upaya memperbaiki proses
pembelajaran. Kondisi pembelajaran di sini maksudnya adalah tujuan bidang
studi, kendala bidang studi, dan karakteristik yang berbeda antara siswa yang
satu dengan yang lainnya. Jadi guru harus jeli dalam menentukan model yang akan
dipilih.
Model pembelajaran pada dasarnya
merupakan kerangka. Kerangka tersebut dijadikan pedoman untuk mengembangkan
pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional yang diharapkan. Model Gagne dan
Briggs merupakan model yang paling lengkap. Dilihat dari langkah-langkahnya saja
sudah menunjukkan kekompleksan dan terorganisirnya program pembelajaran. Tetapi
justru inilah yang lebih terperinci dan lebih detail. Menurut saya model ini
merupakan model yang paling bagus karena yang paling difokuskan adalah
prosesnya, bukan hasil. Model Gagne dan Briggs lebih mengintensifkan interaksi
antara guru dengan murid sehingga guru akan lebih mudah dalam mengenal
kemampuan siswa dan akan lebih mudah mengarahkan ke perilaku yang diharapkan
tujuan instruksional. Karena model Gagne dan Briggs merupakan model yang
dimaksudkan untuk perencanaan pembelajaran atau dalam taraf lebih luas mengarah
kurikulum, maka biasanya guru akan mengalami banyak kesulitan apabila tanpa
pelatihan khusus.
Model pembelajaran PPSI adalah model
pembelajaran yang berorientasi tujuan. Pada model ini diperlukan
pengorganisasian komponen-komponen pembelajaran seperti alat evaluasi, materi,
dan metode karena semua itu merupakan
system. Komponen komponen tersebut harus dirumuskan dengan sebaik-baiknya agar tujuan-tujuan
yang kita harapkan dapat tercapai. Langkah pertama dalam model ini yaitu
merupakan tujuan instruksional khusus. Tujuan ini adalah rumusan tentang
kemampuan tingkah laku yang diharapkan. Langkah selanjutnya yaitu menyusun alat
evaluasi. Alat evaluasi tersebut dapat berupa tes tertulis, lisan , atau
perbuatan disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Setelah itu menentukan
kegiatan belajar mengajar dan materinya. Dilanjutkan merencanakan program . Dan yang terakhir mengadakan evaluasi tes
akhir.
Model
pembelajaran Gerlach dan Ely dimaksudkan untuk perencanaan pembelajaran. Untuk
model pengembangan kurikulum pun model ini memungkinkan. Namun kelemahannya
guru mengalami kesulitan jika tanpa pelatihan khusus. Model ini diawali dengan menentukan tujuan
pembelajaran. Selanjutnya yaitu menentukan materi. Materi yang diberikan harus
sesuai dengan tingkatan/jenjang pendidikannya. Kemudian mengenal kemampuan awal
siswa agar diketahui sejauh mana penguasaan materi terdahulu. Setelah itu guru
memilih metode, teknik, dan strategi pembelajaran sebagai bagian penyampaian
materi. Kemudian dibentuk kelompok diskusi. Materi yang akan diberikan harus
memperhatikan alokasi ruang dan waktu. Materi yang disampaikan menggunakan
media pembelajaran yang inovatif dan memberikan kenyamanan bagi siswa mengikuti
pembelajaran. Setelah itu adalah evaluasi yang berguna melihat apakah terjdai
perubahan perilaku. Dan yang terakhir adalah memberikan umpan balik dengan
memberikan tanggapan atau mengiyakan pendapat siswa.
Daftar
Pustaka
Gredler,
Margaret E. Bell. Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan Munadir. Jakarta
: Rajawali, 1991
Baker, L. Baker
dan W. James Popham. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Terjemahan
Amirul Hadi. Jakarta : Rineka Cipta, 1992
Mudhoffis. 1990.
Teknologi Intruksional sebagai Landasan Perencanaaan dan Penyusunan Program
Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Dihar, Ratna
Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
N.K, Roestiyah.
1982. Didaktik / Metodik. Jakarta : Bina Aksara
N.K, Roestiyah.
2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Uno,
Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta : Bina Aksara
artikelnya bagus gan ^^ sukses selalu dan thanks untuk infonya ya gan ^^ thanks.
BalasHapus