Sabtu, 07 Desember 2013

Strategi Pembelajaran Geografi

A. Model Pembelajaran Gagne dan Briggs

Teori yang dikembangkan oleh Gagne yang kemudian disebut Model Gagne & Briggs orientasinya adalah rencana pembelajaran atau lebih merujuk pada rancangan sistem. Guru maupun  dosen merupakan sasaran sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional disamping administrator, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang instruksional. Pentahapan pada tim perancang lebih lengkap daripada yang untuk guru/dosen. Hal itu sesuai kenyataan bahwa guru/dosen hanya merencanakan interaksi kegiatan belajar mengajar dengan sumber atau bahan yang telah tersedia dari jajaran di atasnya yakni Kementrian Pendidikan Nasional dalam bentuk kurikulum, bukan malah mengembangkannya sendiri.
            Ada lima asumsi yang mendukung rekomendasi Gagne untuk merancang pembelajaran. Pertama,
pembelajaran harus direncanakan agar memperlancar belajar siswa perorangan. Kita mengetahui bahwa meskipun pembelajaran di kelas dijadikan satu kelompok kelas, tetapi proses belajar itu terjadi dalam diri individu siswa. Kedua, baik fase yang pendek maupun panjang, guru harus merancang rencana pelajaran harian, mingguan, bahkan bulanan. Ketiga, perencanaan pembelajaran hendaknya tidak asal-asalan. Jadi untuk memengaruhi banyak orang, pengajaran harus disusun secara sistematis. Keempat, usaha pembelajaran harus dirancang dengan menggunakan rancangan system. Proses perancangan harus dimulai dari analisa kebutuhan , menentukan rumusan tujuan, dilanjutkan langkah selanjutnya. Asumsi kelima, bahwa pembelajaran harus dikembangkan berdasarkan pengetahuan bagaimana orang itu belajar.
            Langkah pertama dalam merancang pembelajaran adalah merumuskan apa hasil pembelajarannya. Maka dari itu komponen esensial pembelajaran adalah: 1) merumuskan tujuan performansi. Informasi verbal, kemampuan intelektual, sikap, strategi kognitif, dan keterampilan motorik merupakan cerminan hasil penting bagi belajar di sekolah.

2) Memilih acara pembelajaran :
Fase
Acara Pembelajaran
1.
Mengarahkan perhatian
Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan, atau perubahan stimulus. Hal ini dilakukan untuk membangkitkan perhatian terhadap pelajaran.
2.
Ekspektansi
Memberi tahu siswa mengenai tujuan belajar. Memberitahu  mengapa  mereka belajar dan  apa yang akan mereka pelajari. Jadi siswa diberitahu aspek-aspek tentang pelajaran.
3.
Retrival
Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah dipelajari ) sebelumnya. Gru dapat melakukannya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaa kepada siswa untuk mengeluarkan pengetahuan yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Cara ini merupakan pengulangan.
4.
Persepsi selektif atas sifat stimulus
Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya . Stimulus tersebut yakni dengan mengeraskan ucapan dan menggarisbwahi suatu kata.   Dengan cara ini informasi dapat diteruskan ke memori jangka pendek siswa.
5.
Sandi semantic
Memberikan bimbingan belajar. Bimbingan itu dapat diberikan dengan mengaitkan informasi baru pada pengalaman siswa.
6.
Retrival dan respons
Memunculkan perbuatan siswa. Siswa diminta memecahkan masalah. Bisa dilakukan dengan diskusi kelompok.
7.
Penguatan
Memberikan balikan informative.  Guru menyetujui atau membetulkan kata-kata yang diucapkan siswa dalam belajar.
8.
Mengisyaratkan  terjadinya retrival
Menilai perbuatan siswa. Guru dan siswa perlu mengetahui hasil belajar sehingga dapat diketahui apakah tujuan belajar sudah tercapai.
9.
Pemberlakuan secara umum
Meningkatkan retensi dan alih belajar. Guru mengusahakan sesering mungkin mengulangi pelajaran tersebut.

Aplikasi di Kelas
Yang akan dipelajari: Siswa dapat membedakan  tipe-tipe gunung berapi
Sasaran                        : Kelas  X  jenjang SLTA
1.    Guru meminta siswa untuk menyebutkan salah satu gunung berapi yang ada di daerah masing-masing dan yang sering muncul di televisi.
2.    Guru menjelaskan bahwa mereka akan belajar tentang jenis-jenis gunung berapi
3.    Siswa diminta untuk mengingat istilah strato, perisai, dan maar.
4.    Guru menerangkan bahwa :
Gunung berapi jenis Strato             : berbentuk kerucut
Gunung berapi jenis perisai            : berbentuk seperti perisai
Gunung berapi jenis Maar              : berbentuk corong besar
5.    Guru menjelaskan secara lebih rinci tentang materi tersebut beserta contoh-contohnya.
6.    Guru menampilkan sebuah gambar gunung berapi menggunakan sebuah media pembelajaran (gambar, proyektor). Siswa diminta mengamati termasuk jenis apakah gunung tersebut. Setelah itu guru menunjuk salah satu siswa untuk menyebutkannya.
7.    Siswa diberi tahu mengenai betul tidaknya jawaban siswa tersebut.
Kemudian acara pembelajaran 5, 6, 7 diulang
8.    Siswa mengemukakan alasan mengapa bisa terbentuk jenis gunung berapi seperti itu. Siswa mampu memahami perbedaan-perbedaan tersebut.
9.    Siswa membicarakan gunung apa yang pernah dilihatnya langsung baik di daerahnya maupun  di televisi. Mereka akhirnya mampu mengkategorikan bahwa misalnya, gunung Merapi termasuk jenis Strato dan lain sebagainya. 
Akhirnya, pembelajaran tersebut disimpulkan dengan adanya rangsangan khusus yang direncanakan untuk memperkuat ingatan dan alih belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan ulangan harian.
Menurut Briggs banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan di bidang pendidikan lain seperti latihan dan tentara. Itu berarti tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja.
Model ini dengan tujuan yang dicapai, strategi untuk mencapainya, dan evaluasi keberhasilan adalah sebagai tiangnya desain instruksional Gagne dan Briggs.

Model Gagne & Briggs (1991: 224-213)  tersebut terdiri dari 14 langkah dalam pengembangan rencana pembelajaran :
1.       

Fase I (1-4)
Mengembangkan kerangka kerja kurikulum
 
Mengenali kebutuhan jangka panjang 
2.        Mengenali mungkin tidaknya mancapai tujuan
3.        Menetapkan tujuan kurikulum
4.        Mendapatkan tujuan sasaran (akhir pelajaran)
5.        Mengupas tujuan sasaran menjadi prosedur dan

Fase II (5-9)
Mengembangkan kerangka kerja pembelajaran
 
subketrampilan komponen
6.        Merumuskan tujuan performansi untuk subketrampilan
7.        Mengenali acara pembelajaran untuk setiap tujuan
8.        Memilih media untuk pembelajaran
9.        Menyusun tes untuk menilai pencapaian tujuan



10.   

Fase III (10-14)
Melaksanakan sistem
 
Melatih guru untuk menggunakan system
11.    Penilaian performatif
12.    Uji coba lapangan dan revisi
13.    Penilaian sumatif
14.    Melaksanakan dan menyebarluaskan sistem
 Jika dirinci, terdapat 3 ciri dalam model system ini. Pertama, pembelajaran dirancang untuk tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua, pengembangan tersebut menggunakan media dan teknologi pembelajaran yang lain. Ketiga, ujicoba rintisan, revisi material merupakan bagian dari proses rancangan. Dengan kata lain, model ini menyebutkan secara khusus tujuan, merancang pembelajaran dan mengujicobakan bahan pembelajaran pada siswa, merevisi pembelajaran sampai hasil yang dikehendaki tercapai. Rancangan, ujicoba, dan proses revisi merupakan ciri utama dari model system.
            Istilah evaluasi formatif pada model ini mengacu pada  evaluasi yang dimaksudkan untuk memperoleh data guna revisi dan perbaikan materi belajar yang dilakukan dalam 3 fase : 1) ujicoba satu-satu, 2) ujicoba kelompok kecil, 3) ujicoba lapangan dalam skala besar. (Mudhoffi, 2008, hlm. 36)   Akhirnya dilakukan evaluasi sumatif yaitu penilaian system penyampaian secara keseluruhan pada akhir kegiatan untuk menyatakan tujuan-tujuan yang tercapai oleh pembelajaran. Yang menilai adalah dari pihak luar untuk menjaga objektivitas (Mudhoffi, 2008, hlm. 36)            Model ini cocok untuk proyek-proyek perancangan kurikulum dalam skala besar. Namun langkah yang keempat sampai kesembilan masih mungkin diterapkan oelh guru-guru kelas pada jenjang pendidikan apapun.
Kelebihan :
Teori ini mengoperasionalisasikan konsep belajar kumulatif dan memberikan mekasnisme untuk merancang pembelajaran dari sederhana ke kompleks mengenali proses psikologis belajar orang.
Teori ini memberikan kerangka kerja yang kohesif bagi temuan tentang hakikat belajar pada manusia. Teori ini memberikan mekanisme untuk melaksanakan konsep-konsep yang ditemukan oleh teori pemrosesan informasi. Memberikan penjelasan mengenai beragamnya cara belajar yang dilakukan orang. Mengaitkan acara pembelajaran dengan fase-fase khusus dalam pengolahan informasi.
Gagne berhasil menghasilkan lima kategori atau ragam belajar yang masing-masing dibedakan oleh adanya perbedaan dalam unjuk perbuatan dan perbedaan persyaratan  untuk belajar.
Satu ciri penting dari model ini ialah bahwa ia menempatkan pengembangan pelajaran dalam keseluruhan konteks rancangan kurikulum. Dengan demikian, konsep belajar kumulatif diperluas dari pengajaran sampai taraf kurikulum.
Tujuan utama teori ini adalah perencanaan pembelajaran di kelas yang efektif. Ketrampilan-ketrampilan yang akan dipelajari siswa ditulis dalam bentuk tujuan performansi dan ragam belajar yang ditemukan. Kemudian digunakan analisa tugas  untuk mengetahui ketrampilan-ketrampilan prasyarat dan acara-acara pembelajaran dipilih untuk setiap tujuan yang akan diajarkan.
Guru kelas sulit melaksanakan tanpa pelatihan khusus. Namun teori ini lebih mudah bagi tim perancang kurikulum untuk melaksankannya.
Kekurangan :
Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan luasnya proses psikologi yang diketahui dalam penelitian terdahulu mengenai belajar dan untuk menentukan secara tepat urutan acara–acara pembelajaran untuk proses-proses yang telah diketahui.

B. Model Gerlach dan Ely

Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely dimaksudkan sebagai perencanaan mengajar seperti model Gagne.
1.    Merumuskan tujuan
Suatu pembelajaran dilakukan tidak mungkin tanpa adanya tujuan. Tujuan di situ menjadi satu titik fokus dan kemudian dijabarkan dalam proses pembelajaran meliputi teknik, metode, alat pembelajaran. Pembelajaran memerlukan tujuan agar dapat diketahui perilaku yang diharapkan dari siswa nantinya setelah proses pengajaran. Artinya siswa pada jenjang pendidikan tertentu memiliki kemampuan  yang sesuai dengan tujuan pada jenjang tersebut juga. Tujuan yang ditentukan juga akan mempengaruhi bagaimana  proses pengajaran yang terjadi, kita tahu bahwa dalam pendidikan militer tujuan seorang taruna setelah keluar dari akademi akan menjadi prajurit. Disitu membutuhkan kedisiplinan dengan  didukung kemampuan fisik. Maka guru disitu juga mengajarkan nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan itu.
2.    Menentukan isi materi
Materi pembelajaran harus sesuai dengan tujuan instruksional. Materi pembelajaran adalah seperangkat bahan yang digunakan dalam proses transfer pengetahuan. Isi dari materi pembelajaran harus dapat kita sesuaikan dengan bidang studi, sekolah, tingkatan, dan kelasnya.
Menurut Dick dan Carey ada tiga pola yang dapat diikuti oleh guru dalam merncang atau menyampaikan pembelajaran : 1) Pengajar merancang bahan ajar secara individual, semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan, kecuali pre-test dan pasca tes 2)  pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran, 3) pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajaran yang telah disusunnya. Kebaikan nya yaitu dapat dengan segera memperbaiki pembelajaran apabila terjadi perubahan. Namin, terdapat kelemahan yaitu menyita banyak waktu untuk menyampaikan informasi sehingga sedikit waktu untuk membantu siswa.
Namun kadangkala, guru memberikan materi kepada siswanya materi yang sebenarnya merupakan materi ajar yang tingkatannya di atas mereka. Hal itu dapat membawa dampak positif maupun dampak negative. Hal positifnya yaitu siswa pada waktu berada di kelas yang lebih tinggi  akan menjadi lebih mudah dalam menerima materi yang sudah pernah mereka serap saat di tigkatan kelas sebelumnya. Itu merupakan sebuah pengulangan materi. Namun, akan membawa dampak negative pada siswa  karena mungkin pada awalnya mereka akan menghadapi kesulitan.
3.    Menentukan  kemampuan awal
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan tentang tentang kemampuan  awal siswa  ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu untuk diadakan remedial.
4.    Menentukan metode, teknik , dan strategi 
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru dalam  menjalankan fungsinya dan cara tersebut merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran  lebih bersifat procedural. Sudah kita kenal banyak tentang metode-metode pembelajran seperti metode ceramah, demonstrative, eksperimen, pemberian tugas, dan lan-lain.
Sedangkan teknik pembelajaran seringkali disamakan dengan metode tapi pada dasarnya berbeda. Teknik adalah jalan , alat, media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai (Gerlach dan Ely, 1980). Namun teknik bersifat implementatif, sedangkan metode hanya prosedurnya. Teknik mengajar merupakan cara khas yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi.  Banyak guru menggunakan metode yang sama namun, teknik yang mereka gunakan kemungkinan berbeda antara guru yang satu dengan yang lainnya. Guru tersebut benar-benar melakukannya dengan cara yang berbeda dengan guru yang lainnya. Biasanya guru sudah mengenal kemampuan awal siswa sehingga pada tahap pembelajaran selanjutnya akan mudah dalam menghadapi siswa.
Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman peserta didik. (Uno, 2008: 1). Strategi pembelajaran mengandung penjelasan tentang metode dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Artinya, strategi mempunyai arti yang lebih luas dimana di dalamnya terdapat bagian metode dan teknik pembelajaran.
5.    Pengelompokan Siswa
Pengajar harus mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur . Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas yang. Biasanya siswa mencari kenyaman dalam memilih teman belajar kelompok . Namun memerlukan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas. Jika siswa disuruh untuk mencari teman kelompok secara bebas tidak menemukan teman yang cocok, maka guru dapat mencarikan kelompok yang kosong untuk diisi oleh siswa tersebut. Antisipasi untuk pembuatan kelompok selanjutnya yaitu guru yang membuatkan kelompok. Cara ini digunakan untuk menghindari kelompok yang monoton dan terkesan membentuk Geng.
6.    Menentukan pembagian waktu
Untuk memilih strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tentu akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktu yang disediakan. Apakah sebagian besar waktu harus dialokasikan untuk presentasi, atau menjelaskan materi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan waktu yang beda pula karena harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Banyak sekolah sekarang memiliki wakil kepala sekolah bagian kurikulum yang bertugas mengatur hal-hal berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar. Namun biasanya mereka tidak obyektif dalam membagi dan menempatkan  waktu pelajaran di sore hari. Mereka memberi alokasi yang lebih banyak dan waktu pelajaran di pagi hari terhadap mata pelajaran yang ia ampu. Diharapkan mereka dapat lebih obyektif dengan melihat tujuan instruksional,
7.    Menentukan ruang
Alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat lebih efektif  dengan belajar secara mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendengarkan ceramah. Jumlah siswa dalam satu kelas idealnya 32 siswa per kelas dan  tidak melebihi 40.  Jika pada zaman dahulu dalam satu kelas bisa lebih dari 40 dan itu melebihi kuota kelas. Hal tersebut juga masih terjadi sekarang  di daerah pedalaman yang masih kurang fasilitas pendidikan. Dengan jumlah siswa sebanyak itu maka tidak akan efektif dalam pembelajaran dan malah akan menimbulkan keramaian dan kegaduhan.
       Lokasi ruang juga menetukan efektivitas pembelajaran. Apabila lokasi sekolah berada di dekata dengan puasat keramaian seperti di dekat pasar dan di pinggir jalan raya, kebanyakan siswa akan merasa terganggu dengan hal tersebut. Akan tercapai efektivitas yang tinggi apabila lokasi ruang berada di daerah yang jauh dari pusat keramaian. Namun, itu semua kembali kepada metode, teknik, dan strategi pembelajaran.
8.    Memilih media  instruksional yang sesuai
Makna media pembelajaran yatu saluran yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi dari guru ke siswa. Memilih media dapat ditentukan dengan kesepakatan para siswa. Media hendaklah ditawarkan terlebih dahulu dengan para siswa apakah mereka menyukainya. Media juga disesuaikan dengan jenjang belajar. Media pembelajaran anak SMA tentu berbeda dengan media pembelajaran untuk SD karena berkaitan dengan perkembangan fisik dan mental mereka. Media  tidak hanya sekedar memberikan stimulus rangsangan belajar. Media juga harus diperhatikan dari segi kenyamanan siswa. Apabila media pembelajaran yang digunakan cara pemaparan melalui media proyektor, maka harus diperhatkan kontras warnanya dan jumlah kata per slide. Jadi siswa tidak cepat merasa bosan dengan materi yang disajikan. Gerlach Ely membagi media sebagai sumber belajar ini dalam lima ketegori, yaitu : a) manusia dan benda nyata, b) media visual proyeksi, c) media audio, d) media cetak, e) media display.
9.    Mengevaluasi hasil belajar
Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dan media instruksional. Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan perkembangan instruksional di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir  belajar disebut evaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujan instruksional harus dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati.
10.    Menganalisis umpan balik
Analisis umpan balik merupakan tahap akhir dari perkembangan system instruksional. Data umpan balik yang dioperoleh dari evaluasi, tes, obeservasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah system, metode, maupun media yang dipakai dalam kegaiatan intruksional tersebut sudah sesuai tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan.
Kelebihan :
·      Kelebihan dari model ini adalah begitu memperhatikan teknis pengajaran
·      Model ini dimaksudkan sebagai pengembangan pelajaran dalam keseluruhan konteks rancangan kurikulum.
Kelemahan :
·      Akan mengalami kesulitan jika terjadi kurang memadainya teknis
·      Guru kelas sulit melaksanakan tanpa pelatihan khusus.

C. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Metode ini telah dipakai oleh pemerintah pada kurikulum 1975 untuk SD, SMP, dan SMA, serta pada kurikulum 1976 untuk sekolah-sekolah kejuruan. Pendekatan yang digunakan dalam model PPSI berorientasi pada tujuan. System Instruksional pada model ini merujuk pada sebuah  kesatuan system terorganisasi, yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dalam rangka untuk mencapai tujuan.
            Pembelajaran mengandung sejumlah komponen , seperti materi, metode, alat, evaluasi yang semuanya itu berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien.
Langkah-langkah :
1.    Merumuskan Tujuan Instruksional
Suatu rumusan tujuan hendaknya berisi jenis-jenis kemampuan / tingkah laku yang kita harapkan dimiliki oleh murid-murid setelah mereka mempelajari suatu pelajaran. Tujuan tersebut hendaksnya dirumuskan dalam bentuk tingkah laku / kemampuan khusus dan operasional. Dengan demikian dapat diukur yakni dengan ukuran nilai. Sehingga tujuan yang kita rumuskan tidak menimbulkan salah tafsir pada orang lain yang akan membaca rumusan tersebut.
Pada tujuan instruksional dapat tergambarkan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti suatu kegiatan belajar tertentu, bukan proses yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan. Contoh Tujuan Instruksional:
  1. Siswa dapat menyebutkan dengan tepat lokasi geografis Indonesia.
Bukan
b.. Mengajarkan kepada siswa lokasi geografis Indonesia.
Pada poin kedua tersebut merupakan proses mengajar, bukan tujuan instruksional.
Dalam merumuskan tujuan tersebut hendaknya cukup jelas sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda. Untuk itu sebaiknya digunakan istilah-istilah operasional tertentu yang dapat diukur. ( Mudhoffis, 1990 : 104). Seperti : menuliskan, menyebutkan, membedakan, membandingkan, menghitung, memecahkan,dan sebagainya. Sebaliknya hendaklah tidak menggunakan kata yang kurang operasional yang dapat menimbulkan tafsiran bermacam-macam, seperti: memahami, mengetahui, menikmati, menghargai, memercayai, meyakinkan, dan lain sebaginya. (Mudhoffis. 1990:105).
  Dari uraian awal diatas, kriteria-kriteria dalam merumuskan tujuan instruksional yaitu :
  1. harus menggunakan istilah operasional
  2. harus dalam bentuk hasil belajar
  3. harus berbentuk tingkah laku
  4. hanya meliputi satu jenis tingkah laku
2.    Mengembangkan alat evaluasi
Yang pertama dilakukan adalah membuat test yang fungsinya untuk menilai sampai di mana para pelajar telah menguasai kemampuan yang telah dirumuskan pada tujuan. Tes tersebut dapat berupa tes tertulis, tes lisan , maupun tes perbuatan. Tes ini harus disesuaikan dengan tujuan instruksional pembelajaran. Apabila di dalam rumusan tujuan tertera  kata operasional menuliskan , maka tes yang digunakan adalah tes tertulis. Apabila tujuan menyebutkan agar siswa mengucapkan kalimat Tanya, kalimat berita, dan kalimat seru dengan intonasi yang tepat, maka tes yang dilakukan adalah tes lisan. Bila dalam rumusan tujuan agar siswa melakukan percobaan, maka tes yang dilakukan adalah tes perbuatan. Dengan demikian untuk menilai sampai dimana sejumlah tujuan yang telah kita rumuskan dappat dicapai, mungkin hanya menggunakan satu atau dua jenis tes, atau bahkan ketiga-tiganya.
Setelah melakukan pre-test, yang selanjutnya dilakukan adalah merumuskan pertanyaan untuk menilai masing-masing tujuan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga harus disesuaikan dengan kemampuanyang terkandung dalam tujuan instruksional yang bersangkutan. Selain itu,  jenis kata operasional yang ada pada tujuan juga harus tetap diperhatikan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berbentuk uraian, pertanyaan dengan pilihan terbatas, ataupun bentuk-bentuk lainnya seperti melengkapi dan pertanyaan yang menuntut jawaban singkat. (Mudhoffi, 1990:108).

3.    Menetapkan kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh murid-murid
Pada langkah ini, tugas guru adalah merumuskan kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh agar nantinya siswa dapat berbuat dan berperilaku sesuai dengan apa yang tercantum dalam tujuan yang telah dirumuskan. Sebagai contoh tujuan berbunyi sebagai berikut : “Siswa dapat dapat mengubah jarak di peta menjadi jarak sebenarnya di lapangan.”
Untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, ditempuh langkah-langkah berikut :
a.    Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
·  Mengenal jenis-jenis skala pada peta
·  Mengenali jenis skala yang ada pada sebuah peta
·  Mengenali cara mengubah jarak di peta menjadi jarak sebenarnya
·  Menggunakan rumus mengubah jarak di peta menjadi jarak sebenarnya
b.    Melakukan tes  untuk mengetahui kegiatan-kegiatan belajar yang mana yang tidak perlu ditempuh oleh siswa karena pengetahuan tersebut telah diperoleh oleh para siswa. Tes. ini disebut dengan Tes Input. Jadi fungsi dari tes input ini yaitu untuk  menilai pengetahuan / ketrampilan siswa dalam hubungan dengan kegiatan belajar mengajar  mana yang perlu dan mana yang tidak perlu lagi ditempuh siswa untuk mencapai suatu tujuan instruksional tertentu.
c.    Menetapkan kegiatan belajar mana yang nantinya akan ditempuh siswa
Apabila sudah melihat hasil tes input sekarng baru dapat ditetapkan kegiatan belajar mengajar yang akan ditempuh. Setelah kegiatan belajar mengajar tersebut dirumuskan, kemudian menetapkan kemampuan-kemampuan dasar tertentu yang harus dinilai dari siswa untuk dapat melakukan kegiatan belajar tersebut. Ada tiga kemampuan dasar yang diperlukan yaitu kemampuan bidang bahasa, bilangan, dan ruang.
Namun apabila siswa belum memiliki ketrampilan yang memadai pada salah satu kemampuan, maka bisa dilakukan program khusus bagi siswa. Tes ini adalah Tes Entering behavior  untuk menetapkan perlu tidaknya program khusus mngenai kemampuan dasar tertentu. (Mudhoffi, 1990:114)
4.    Merencanakan Program Kegiatan
Apabila semua langkah diatas telah diselesaikan, selanjutnya perlu dimantapkan dalam suatu program pengajaran. Program pengajaran diambil dari kurikulum dengan jumlah jam tertentu, dan perlu diberikan kepada siswa pada semester tertentu.  Perlu strategi proses pengajaran pada langkah yang keempat ini :
a.       Merumuskan materi pembelajaran
Setelah menetapkan kegiatan belajar yang akan ditempuh siswa, dilanjutkan denga merumusan pokok-pokok materi pembelajaran yang sesuai jenis kegiatan belajar mengajar yang ditetapkan. Jika sudah disusun, bila perlu setiap pokok-pokok materi dilengkapi dengan uraian singkat berikut contohnya agar guru menjadi lebih mudah dalam menyampaikan materi kepada siswa nanti di kelas.
b.      Metode yang Digunakan
Dalam pembelajaran, dikenal metode dalam menyampaikan materi. Guru dapat memilih metode mana yang tepat digunakan dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Biasanya diperlukan lebih dari satu metode dalam menyampaikan materi, sehingga merupakan habungan beberapa metode. Beberapa metode-metode tersebut adalah sebagai berikut (Mudhoffi, 1990, 116) :
1)      Metode ceramah, seorang guru jika menggunakan metode ini harus aktif dalam menjelaskan materi kepada siswa, sedangkan siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru.
2)      Metode demonstrasi, guru tidak hanya menerangkan dengan kata-kata, namun guru juga memperlihatkan suatu gejala / proses sebagai bagian dari materi, sedangkan siswa hanya melihat apa yang diperlihatkan guru tanpa aktif.
3)      Metode ekperimen, di sini siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Mereka melakukan sendiri percobaab-percobaan tapi dengan arahan / petunjuk yang seperlunya dari guru. Dengan eksperimen menggunakan alat yang lebih banyak, siswa akan lebih bebas dalam mngembangkan kreativitas
4)      Metode pemberian tugas, guru memberikan tugas kepada siswa secara individu maupun kelompok.
5)      Metode karyawisata, siswa di bawa ke luar kelas untuk mengamati obeyek tertentu, sehingga anak-anak dapat mengamati dan menghayati obyek tersebut.
Guru selanjutnya dapat mengaplikasikan metode pada materi pelajaran yang sudah dirumuskan. Sebagai contoh pada materi yang telah kita rumuskan :
-          Memperlihatkan kepada siswa pada papan tulis, bagaimana cara mengubah jarak pada peta  menjadi jarak sebenarnya di lapangan dengan menggunakan contoh-contoh soal. (metode demonstrasi)
-          Menyuruh siswa mengerjakan soal-soal, kemudian dibahas di depan kelas. (metode pemberian tugas)
Disamping bahan tertulis, diperlukan alat-alat yang membantu dalam proses pembelajaran, misalny peta, globe, kompas, dan lain-lain.
c.       Menyusun jadwal
Guru harus dapat  memperhitungkan penyampaian materi dengan alokasi waktu yang ada. Kira-kira dalam berapa jam keseluruhan materi dapat disampaikan. Untuk itu disusunlah jadwal pengajaran.

5.    Melaksanakan Program
Apabila semua persiapan telah selesai dilakukan, maka mulailah program yang kita susun kita laksanakan. Langkah-langkah dalam fase ini adalah sebagia berikut (Mudhoffis,1990: 117) :
a.    Mengadakan Pre-Test (tes awal)
Tes awal ini merupakan tes yang telah disusun pada langkah kedua di atas. Tes ini dilakukan sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang telah ditentukan. Tes awal ini berfungsi untuk memperoleh informasi sampai di mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan yang tertera pada tujuan instruksional. Selain itu, tes ini nantinya dapat kita bandingkan dengan hasil tes (post-test) setelah mengikuti program pengajaran. Pada lembar jawaban diberi tanda mana yang salah mana yang betul.
b.    Menyampaikan materi pelajaran kepada siswa
Dalam penyampaian materi , pegangan guru tetap pada langkah keempat yang telah dibahas sebelumnya, baik materi metode maupun alat yang digunakan. Selain itu yang juga penting adalah guru-guru dalam menyampaikan materi  pelajaran hendaknya dijelaskan dahulu tujuan instruksional yang ingin dicapai  kepada siswa sehingga sebelum kegiatan pembelajaran dimulai mereka telah mengetahui kemampuan-kemampuan apakah yang diharapkan setelah mengikuti pengajaran.
c.    Mengadakan post-test (evaluasi)
Tes ini berfungsi untuk menilai kemampuan siswa mengenai materi pelajaran sesudah pengajaran diberikan. Antara tes awal dengan tes akhir sebeanarnya masih identic. Yang memebedakan hanyalah waktu dan fungsinya. Tes akhir ini penting untuk melihat seberapa jauh keberhasilan program pengajran yang diberikan dapat dicapai.
Apabila pos tes telah dilakukan dan telah diperiksa, maka kita bandingkan tes akhir dengan tes awal. Ada dua aspek yang menjadi perbandingan diantara kedua tes (Mudhoffis, 1990: 118):
1)   Hasil keseluruhan tes
Untuk melakukan perbandingan ditempuh langkah-langkah sebagi berikut :
a)    Menghitung angka rata-rata yang dicapai murid pada pre-test
b)   Mengitung angka rata-rata yang dicapai pada saat post-test
Dengan melihat perbedaan yang terlihat antara angka rata-rata  pre-test dan post test dapat kita simpulkan sampai di mana manfaat program pengajaran yang telah kita berikan dalam mencapai tujuan yang telah kita rumuskan.
2)   Pertanyaan demi pertanyaan
Yang akan dibandingkan disini antara pre-test dengan post test adalah dengan melihat pertanyaan demi pertanyaan. Misalnya untuk pertanyaan nomor 1  :
Pre-test
Post Test
Jumlah Murid
salah
Betul
15
Betul
Betul
8
Salah
Salah
5
Betul
Salah
2

Kesimpulan dari table di atas bahwa tujuan instruksional pada pertanyaan  nomor 1 telah dicapai ooeh kebanyakan siswa. Dengan demikian materi, alat, dan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan sudah cukup tepat.
Sedangkan apabila pada soal nomor 2, jumlah siswa menjawab salah pada pre-test dan post test angkanya paling besar, maka dapat dikatakan tujuan instruksional pada soal nomer 2 belum tercapai oleh kebanyakan siswa. Demikianlah yang harus dilakukan dengan cara yang sama pada tiap pertanyaan.
Oleh karena itu, materi, alat, maupun metode yang dipakai perlu ditinjau ulang. Atau mungkin karena tujuan yang dirumuskan terlalu tinggi, tidak sesuai dengan jenjang / tingkatan siswa, sehingga perlu disederhanakan atau bahkan diubah. Semua pertanyaan dianalisa dengan cara yang sama sehingga kelemahan yang terdapat dalam bagian-bagian  tertentu pada program yang kita susun  dapat diketahui untuk kemudian diperbaiki.
Kelebihan
Dengan Model ini kita dapat mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh masing-masing siswa dengan program pengajaran yang kita lakukan. Selain itu kita dapat mengetahui sampai di mana program yang kita adakan telah berhasil menvapai tujuan yang telah dirumuskan dahulu. Kemudian kelemahan yang ada pada bagian –bagian tertentu pada suatu pertanyaan dapat kita lakukan revisin ataupun perbaikan agar ke depannya diharapkan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan.
Kelemahan
·           Tidak perlu adanya tes entering behavior (TEB) asalkan guru telah mengenal betul kemampuan siswa tersebut.
·           Penyampaian Materi tidak dijelaskan secara rinci
·           Guru harus bekerja lebih keras apabila baru pertama kali menyusun program karena harus mengeluarkan tenaga dan pikiran yang lebih banyak. Namun apabila program telah diujicobakan dan telah mengalami berbagi revisi tentunya akan lebih mudah digunakan pada tahun depan dan tahun selanjutnya.

Perbandingan :
Antara model instruksional Gagne & Briggs, Gerlach & Ely, serta PPSI mempunyai persamaan yaitu berorientasi pada tujuan. Hal ini bisa kita lihat pada langkah awal yakni merumuskan tujuan instruksional. Kembali kita singgung tentang tujuan yang mana merupakan perilaku yang diharapkan dari hasil pengajaran yang diberikan oleh guru.
Pada model Gagne & Briggs dan Gerlach & Ely sama-sama merupakan sebuah model perencanaan pembelajaran, Model ini  menempatkan pengembangan pelajaran dalam keseluruhan konteks rancangan kurikulum. Tujuan utama teori ini adalah perencanaan pembelajaran di kelas yang efektif. Namun guru kelas sulit melaksanakan tanpa pelatihan khusus. Namun teori ini lebih mudah bagi tim perancang kurikulum untuk melaksankannya.
Pada teori Gagne & Briggs proses belajar difokuskan  pada pemunculan kapabilitas peserta didik yang disebabkan oleh adanya stimulus dari lingkungan, Sedangkan fokus pada Gerlach dan Ely fokus pada perbandingan tingkat perilaku yang diharapkan sebelum dan sesudah pengajaran.
Gagne & Briggs lebih menekankan pada interaksi antara guru dengan peserta didik, sedangkan PPSI pada rumusan kegiatan instruksional yang akan dilakukan, Gerlach & Ely pada teknis pembelajaran seperti, teknik dan startegi, alokasi waktu, menentukan ruang, dan media yang dipakai
Diantara ketiga model tersebut , model Gagne & Briggs lah yang paling  kompleks.  
Jika para ahli teori yang lain belajar mula-mula menyusun penjelasan mengenai proses belajar di laboratorium kemudian baru memperluas temuannya ke dalam  situasi manusia, maka kebalikannya, Gagne & Briggs memulai dengan mempelajari kekompleksan dan keragaman ciri belajar pada orang dan kemudian mencoba menjelaskan adanya keragaman itu.
Kesimpulan
            Dari 3 model yang telah kita pelajari masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tinggal nanti seorang guru yang akan memilih model yang akan digunakan sesuai dengan kondisi dan realitanya sebagai upaya memperbaiki proses pembelajaran. Kondisi pembelajaran di sini maksudnya adalah tujuan bidang studi, kendala bidang studi, dan karakteristik yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Jadi guru harus jeli dalam menentukan model yang akan dipilih.
            Model pembelajaran pada dasarnya merupakan kerangka. Kerangka tersebut dijadikan pedoman untuk mengembangkan pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional yang diharapkan. Model Gagne dan Briggs merupakan model yang paling lengkap. Dilihat dari langkah-langkahnya saja sudah menunjukkan kekompleksan dan terorganisirnya program pembelajaran. Tetapi justru inilah yang lebih terperinci dan lebih detail. Menurut saya model ini merupakan model yang paling bagus karena yang paling difokuskan adalah prosesnya, bukan hasil. Model Gagne dan Briggs lebih mengintensifkan interaksi antara guru dengan murid sehingga guru akan lebih mudah dalam mengenal kemampuan siswa dan akan lebih mudah mengarahkan ke perilaku yang diharapkan tujuan instruksional. Karena model Gagne dan Briggs merupakan model yang dimaksudkan untuk perencanaan pembelajaran atau dalam taraf lebih luas mengarah kurikulum, maka biasanya guru akan mengalami banyak kesulitan apabila tanpa pelatihan khusus.
            Model pembelajaran PPSI adalah model pembelajaran yang berorientasi tujuan. Pada model ini diperlukan pengorganisasian komponen-komponen pembelajaran seperti alat evaluasi, materi, dan  metode karena semua itu merupakan system. Komponen komponen tersebut harus dirumuskan dengan sebaik-baiknya agar tujuan-tujuan yang kita harapkan dapat tercapai. Langkah pertama dalam model ini yaitu merupakan tujuan instruksional khusus. Tujuan ini adalah rumusan tentang kemampuan tingkah laku yang diharapkan. Langkah selanjutnya yaitu menyusun alat evaluasi. Alat evaluasi tersebut dapat berupa tes tertulis, lisan , atau perbuatan disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Setelah itu menentukan kegiatan belajar mengajar dan materinya. Dilanjutkan  merencanakan program .  Dan yang terakhir mengadakan evaluasi tes akhir.
            Model pembelajaran Gerlach dan Ely dimaksudkan untuk perencanaan pembelajaran. Untuk model pengembangan kurikulum pun model ini memungkinkan. Namun kelemahannya guru mengalami kesulitan jika tanpa pelatihan khusus.  Model ini diawali dengan menentukan tujuan pembelajaran. Selanjutnya yaitu menentukan materi. Materi yang diberikan harus sesuai dengan tingkatan/jenjang pendidikannya. Kemudian mengenal kemampuan awal siswa agar diketahui sejauh mana penguasaan materi terdahulu. Setelah itu guru memilih metode, teknik, dan strategi pembelajaran sebagai bagian penyampaian materi. Kemudian dibentuk kelompok diskusi. Materi yang akan diberikan harus memperhatikan alokasi ruang dan waktu. Materi yang disampaikan menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan memberikan kenyamanan bagi siswa mengikuti pembelajaran. Setelah itu adalah evaluasi yang berguna melihat apakah terjdai perubahan perilaku. Dan yang terakhir adalah memberikan umpan balik dengan memberikan tanggapan atau mengiyakan pendapat siswa.
           
Daftar Pustaka
Gredler, Margaret E. Bell. Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan Munadir. Jakarta : Rajawali, 1991
Baker, L. Baker dan W. James Popham. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Terjemahan Amirul Hadi. Jakarta : Rineka Cipta, 1992
Mudhoffis. 1990. Teknologi Intruksional sebagai Landasan Perencanaaan dan Penyusunan Program Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Dihar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan  Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
N.K, Roestiyah. 1982. Didaktik / Metodik. Jakarta : Bina Aksara
N.K, Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta : Bina Aksara

1 komentar:

  1. artikelnya bagus gan ^^ sukses selalu dan thanks untuk infonya ya gan ^^ thanks.

    BalasHapus